MEDAN – dahsyatnews.com – Suasana di Jalan Timor No.16, Kelurahan Gaharu, Kecamatan Medan Timur, sempat memanas. Proses pengosongan lahan milik Darwin, melalui kuasa hukumnya Hans Silalahi, S.H. dan Simson Simarmata, S.H., hampir berujung adu fisik setelah pihak kuasa hukum meminta agar bangunan di atas tanah tersebut dikosongkan dan dibongkar.

Kuasa hukum sempat terlibat adu argumen dengan warga yang menempati lahan, sebelum akhirnya situasi dapat dikendalikan. (dahsyatnews.com/Foto: Arya).
Kuasa hukum Hans Silalahi, S.H, saat tiba di lokasi, pihaknya telah menyampaikan permintaan agar lahan segera dikosongkan sesuai prosedur hukum. Namun, situasi sempat memanas karena terjadi perdebatan dan adu argumentasi antara pihak kuasa hukum dengan beberapa warga yang berada di lokasi. Salah seorang warga bahkan terkesan sengaja mengeluarkan kata-kata yang memancing emosi, seolah ingin menimbulkan keributan di tengah proses pengosongan.
“Kami datang baik-baik untuk meminta agar lahan dikosongkan sesuai aturan. Tapi justru ada yang memprovokasi dengan ucapan yang memancing emosi,” ujar Hans Silalahi, S.H. di lokasi, Sabtu (25/10/2025).
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Simson Simarmata, S.H., menjelaskan bahwa awal mula permasalahan berangkat dari penyerahan surat kuasa oleh kliennya terkait kepemilikan lahan yang sudah memiliki sertifikat elektronik resmi. Menurut Simson, pihaknya sudah menempuh jalur mediasi dengan beberapa warga yang menempati lahan tersebut, termasuk seorang warga perempuan. Dalam mediasi itu, warga meminta waktu satu minggu untuk mengosongkan bangunan yang mereka tempati.
“Awalnya kita lakukan secara baik-baik. Mereka minta waktu seminggu untuk mengosongkan tempat masing-masing. Bahkan, ada warga yang koperatif dan mengakui tidak memiliki dokumen kepemilikan. Mereka juga sempat berjanji akan membongkar bangunan sendiri,” ujar Simson di lokasi.
Namun, lanjut Simson, setelah waktu yang dijanjikan berlalu, sebagian warga justru tetap bertahan di lahan tersebut dan bahkan melaporkan pihaknya ke kepolisian. Warga tersebut juga menunjuk kuasa hukum baru serta mengirimkan surat somasi ke kantor hukum mereka.
“Kami justru terkejut dan tersinggung, karena kepemilikan tanah yang sah sudah jelas berdasarkan sertifikat elektronik yang kami pegang. Itu bukti legal yang sah secara hukum,” jelas Simson.
Simson menambahkan, lahan yang disengketakan berada di Jl. Timor No.16A, Kelurahan Gaharu, Medan Timur, dengan luas masing-masing 368 m² dan 379 m², berdasarkan Sertifikat Hak Milik Elektronik NIB.02.01.000034495.0 dan NIB.02.01.000034527.0 atas nama Darwin. Namun di atas lahan itu telah berdiri bangunan yang dijadikan tempat tinggal dan rumah kos, yang menurut kuasa hukum, didirikan tanpa persetujuan pemilik sah.
Atas dugaan penyerobotan tersebut, pihak kuasa hukum Darwin telah melapor ke SPKT Polda Sumatera Utara. Laporan tersebut tertuang dalam Surat Tanda Terima Laporan (STTLP) Nomor: STTLP/B/1736/X/2025/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA, tertanggal 24 Oktober 2025 pukul 13.27 WIB. Laporan itu dibuat oleh Simson Simarmata, mewakili kliennya, atas dugaan tindak pidana penyerobotan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 dan/atau 167 KUHP, serta Pasal 242 ayat (1) tentang keterangan palsu.
Dalam laporan tersebut, terlapor disebut berinisial TM, YS., dan AA. Mereka diduga telah mendirikan bangunan tanpa izin di atas tanah milik Darwin. Akibat kejadian itu, pihak korban mengaku mengalami kerugian materil sekitar Rp1 miliar.
“Kami sudah membuat laporan polisi, dan kalau pihak yang menempati lahan masih bersikeras, kami juga sudah siapkan laporan balik. Kami hanya menegakkan hak hukum klien kami yang sah,” tegas Simson.
Ia menambahkan bahwa seluruh proses hukum akan tetap dijalankan sesuai aturan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pihaknya juga berkomitmen menjaga agar proses pembongkaran dan pengosongan lahan tidak melanggar ketentuan hukum maupun melibatkan tindakan kekerasan.
Meski sempat terjadi perdebatan panas antara kuasa hukum dan pihak warga, proses pembongkaran akhirnya berjalan lancar. Warga yang sebelumnya menempati lahan tersebut akhirnya membongkar bangunannya sendiri.
Simson berharap kejadian ini menjadi pelajaran agar masyarakat selalu memastikan legalitas tanah dan bangunan sebelum membeli atau menempatinya. Ia juga meminta semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan tidak mudah terprovokasi.













