Medan, dahsyatnews.com – 38 hari telah berlalu sejak gelar perkara dilakukan, namun belum ada kepastian hukum tertulis yang diterima pihak terlapor. Kuasa hukum Mimi Herlina Nasution meminta Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara segera memberikan kejelasan hukum terhadap laporan polisi nomor LP/B/2196/VIII/2024/SPKT Polrestabes Medan Polda Sumut tertanggal 5 Agustus 2024.
Laporan tersebut diajukan oleh Tjiong Budi Priyanto terhadap klien mereka. Namun hingga kini, surat perintah penghentian penyelidikan (SP2Lid) belum diterbitkan secara tertulis oleh pihak kepolisian, meskipun gelar perkara telah dilaksanakan pada 22 September 2025.
Permintaan tersebut disampaikan Dr. Khomaini, S.H., M.H. dan Wilman Maruta, S.H. dari Kantor Hukum Khilda Handayani, S.H., M.H. & Partners, melalui surat resmi bernomor 92/KHY/MP/X/2025 tertanggal 30 Oktober 2025. Surat itu ditujukan kepada Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sumatera Utara Kombes Pol Ricko Taruna Mauruh dan Pjs Kabag Wasidik AKBP Mangara Hutagalung.
Sudah Gelar Perkara, Tapi Belum Ada Kepastian Tertulis
Dalam wawancara di Medan, Kamis sore (30/10/2025), Dr. Khomaini, S.H., M.H. menyampaikan bahwa laporan tersebut telah dilakukan gelar perkara pada 22 September 2025, atau sekitar 38 hari sebelum pernyataan disampaikan. Berdasarkan informasi yang diterima secara lisan, penyelidikan telah dihentikan, namun belum ada kepastian hukum tertulis dari pihak kepolisian.
“Kami sudah mendapatkan informasi secara lisan bahwa laporan nomor 2196 itu telah dihentikan di tahap penyelidikan. Namun, sampai saat ini kami belum memperoleh kepastian hukum tertulis. Karena itu kami mohon kepada Bapak Dirkrimum Polda Sumatera Utara Kombes Ricko Taruna Mauruh dan Bapak Pjs Kabag Wasidik AKBP Mangara Hutagalung agar segera memberikan kepastian hukum terhadap perkara ini,” kata Dr. Khomaini di Medan.
Ia menilai laporan yang diajukan Tjiong Budi Pryanto memiliki tumpang tindih dengan laporan sebelumnya yang pernah dibuat oleh seseorang bernama Alimin, sehingga dianggap tidak memiliki dasar hukum yang jelas karena pelapor tidak memiliki alas hak terhadap objek yang dilaporkannya.
Meskipun demikian, Dr. Khomaini mengapresiasi langkah Polda Sumut yang telah melaksanakan gelar perkara. Ia menegaskan pentingnya penerbitan surat resmi penghentian penyelidikan (SP2Lid) sebagai bentuk kepastian hukum bagi kliennya.
“Kami berharap agar surat penghentian penyelidikan segera diterbitkan demi tercapainya tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum,” tambahnya.
Kuasa Hukum: Pelapor Tak Punya Legal Standing
Kuasa hukum lainnya, Wilman Maruta, S.H., menegaskan hal serupa. Ia menjelaskan bahwa Tjiong Budi Pryanto tidak memiliki legal standing untuk membuat laporan dugaan tindak pidana kekerasan terhadap barang, perusakan, maupun penyerobotan tanah sebagaimana dimaksud dalam laporan polisi tersebut.
“Legal standing Tjiong Budi Pryanto tidak ada, karena alas hak atau sertifikat tanah yang digunakan dalam laporan bukan atas namanya, melainkan atas nama Alimin. Bahkan, kasus yang melibatkan nama Alimin itu sudah pernah dilaporkan pada 2021 dan telah dihentikan,” kata Wilman.
Wilman menegaskan laporan yang diajukan Tjiong Budi seharusnya tidak memiliki kekuatan hukum, karena tidak ada hubungan hukum langsung dengan objek tanah yang dimaksud. Ia berharap Dirreskrimum Polda Sumut Kombes Ricko Taruna Mauruh dan Pjs Kabag Wasidik AKBP Mangara Hutagalung segera menindaklanjuti surat permohonan mereka agar kliennya memperoleh kepastian hukum yang adil.
Polda Diharapkan Taat Aturan Kapolri
Selanjutnya, Dr. Khomaini menegaskan pentingnya Polda Sumut berpedoman pada Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan Surat Edaran Kapolri Nomor 7/VIII/2018 tentang Penghentian Penyelidikan.
Menurutnya, kedua aturan tersebut sudah memberikan pedoman jelas tentang mekanisme penghentian penyelidikan suatu perkara. Ia juga menyampaikan keyakinannya bahwa Polda Sumut di bawah kepemimpinan Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol. Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H mampu menangani perkara ini dengan profesional dan objektif.
“Kami yakin Polda Sumut dapat bersikap bijaksana, karena laporan ini sudah berjalan cukup lama dan melibatkan banyak instansi. Berdasarkan gelar perkara 22 September 2025, kami sudah mendapat informasi lisan bahwa laporan itu dihentikan. Artinya sudah ada rekomendasi penghentian penyelidikan, namun sampai dengan hari ini kami belum menerima pemberitahuan penghentian penyelidikan tersebut secara tertulis, sebagai legalitas kepastian hukum,” ujar Khomaini.
Ia mengingatkan agar ke depan, aparat penegak hukum melakukan penyaringan (screening) terhadap laporan baru dengan objek dan pihak yang sama, agar tidak terjadi tumpang tindih perkara seperti sebelumnya.
Minta Polisi Lebih Selektif Terima Laporan
Wilman Maruta, S.H. juga menambahkan agar Polda Sumut lebih profesional dan selektif dalam menerima laporan baru yang berpotensi tumpang tindih dengan kasus lama.
“Sejak 2021, klien kami, Ibu Mimi Herlina, sudah berulang kali dilaporkan atas perkara yang sama. Semua terkait tanah miliknya yang sah. Kami mohon jika ada laporan baru dengan objek tanah yang sama, sebaiknya ditolak,” tegas Wilman.
Mimi Herlina Nasution Harap Percepatan SP2Lid
Sementara itu, Mimi Herlina Nasution, selaku pihak terlapor, berharap agar Kasubdit II Harda Polda Sumut mendukung hasil penyelidikan Unit 4 dan mempercepat proses administrasi agar SP2Lid segera diterbitkan.
“Saya mohon kepada Bapak Kasubdit Unit II Harda agar mendukung hasil penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik Unit 4, dan mempercepat proses surat-menyurat sampai keluarnya surat perintah penghentian penyelidikan,” ujar Mimi Herlina Nasution, mengakhiri wawancara.
Namun, hingga berita ini ditayangkan, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sumut Kombes Pol Ricko Taruna Mauruh belum memberikan tanggapan atau penjelasan resmi terkait konfirmasi wartawan mengenai perkembangan laporan polisi Nomor 2196 di Polrestabes Medan tersebut.

 
									









