MEDAN – Kritik tegas disampaikan Anggota DPRD Kota Medan, Antonius Devolis Tumanggor, S.Sos., terkait pelibatan kepala lingkungan (kepling) dalam posko antisipasi begal dan geng motor di Lapangan Merdeka. Dalam pernyataannya pada Senin (14/04/2025), Antonius menilai kebijakan tersebut kurang tepat dan menyarankan agar para kepling lebih fokus kepada permasalahan lingkungan di wilayah kerjanya masing-masing.
“Saya rasa, kepling sebaiknya tidak dilibatkan dalam posko anti begal dan geng motor di Lapangan Merdeka,” ujar politisi dari Partai NasDem itu. Menurutnya, lebih baik jika kepling justru mendirikan posko pengaduan terkait sampah, banjir, administrasi kependudukan, narkoba, serta tindak kriminal lainnya di lingkungan tempat mereka bertugas.
Antonius menekankan bahwa tugas utama kepling adalah melayani masyarakat secara langsung.
“Kepling bukan petugas keamanan. Mereka tidak punya senjata. Masalah begal dan geng motor lebih tepat jika ditangani Satpol PP bersama TNI dan Polri,” ujarnya lagi. Ia menyoroti bahwa Lapangan Merdeka merupakan milik seluruh warga Kota Medan, bukan hanya milik warga Kecamatan Medan Barat dan Medan Petisah.
Ia juga mengkritik keterlibatan kepling yang justru mengabaikan tanggung jawab utamanya di wilayah masing-masing.
“Wibawa kepling itu harus dijaga. Mereka dipilih warga minimal 30 persen suara. Jadi, mereka harus hadir dan aktif di lingkungan masing-masing, bukan malah nongkrong di posko,” tambahnya.
Lebih lanjut, Antonius juga prihatin dengan beban keuangan yang harus ditanggung kepling. Ia mengungkap bahwa kepling kerap diwajibkan membeli alat komunikasi seperti Handy Talky (HT) dengan uang pribadi dan mengalami potongan gaji untuk berbagai kebutuhan seperti posyandu.
“Padahal gaji kepling itu hanya sesuai upah minimum kota, tapi dipotong untuk berbagai hal. Pemko Medan harus serius memperhatikan nasib kepling,” katanya menyesalkan.
Politisi yang dikenal vokal ini juga mendorong penambahan anggaran operasional kepling, agar mereka dapat bekerja lebih optimal di tengah masyarakat. Dalam kegiatan Sosialisasi Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Persampahan yang dilaksanakannya di Jalan Mistar, Kelurahan Sei Putih Barat, banyak warga yang mengeluhkan buruknya sistem pengelolaan sampah.
Warga mengungkapkan masalah seperti kurangnya tempat pembuangan sementara, minimnya armada pengangkut, serta jadwal angkut yang tidak menentu. Hal ini menyebabkan tumpukan sampah menimbulkan bau busuk dan menurunkan kenyamanan lingkungan.
Menutup pernyataannya, Antonius mengatakan, “Jika kepling lebih banyak di lingkungan dan menjalin komunikasi langsung dengan warga, maka kegiatan gotong royong akan mudah terwujud, dan warga juga akan lebih tertib dalam membayar PBB dan iuran sampah.”