Medan, dahsyatnews.com – Pembangunan Rusun Kejatisu diduga sarat kebohongan publik, progres fisik disebut baru 55 persen dari target kontrak.
Ketua DPD LSM Gakorpan Sumut, Ir. H. Simbolon menyampaikan temuan ini dalam konferensi pers di Kafe Sekip Food Court, Medan, Kamis (17/7/2025). Ia menyebut pembangunan Rusun Kejatisu yang terletak di Jalan Karya Rakyat, Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat, terindikasi bermasalah.
Menurut Simbolon, proyek tersebut sudah molor dari jadwal, padahal sesuai Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) tertanggal 29 November 2024, masa pelaksanaan kontrak seharusnya selesai pada 29 Juni 2025. Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, progres fisik baru mencapai sekitar 55 persen.
Ia menjelaskan indikasi pembohongan publik tampak jelas sejak awal, yakni dari plank proyek yang terpasang di lokasi. Data yang tertera dinilai berbeda jauh dengan informasi resmi pelelangan yang tersedia untuk publik.
“Di plank proyek tertulis kegiatan dibiayai APBN tahun jamak 2024 dan 2025 (MYC), namun di data pelelangan disebut dana bersumber dari APBN tahun tunggal 2024,” ujar Simbolon.
Simbolon membeberkan bahwa nilai kontrak pembangunan Rusun tersebut sebesar Rp9.637.291.830,74. Pemenang lelangnya adalah CV Razasa Agung dengan masa kerja 210 hari kalender sejak 29 November 2024. Namun, data di plank proyek menunjukkan informasi yang tak sinkron dengan dokumen resmi negara.
“Ini patut diduga sebagai bentuk kebohongan publik yang dilakukan oleh PPK proyek,” tegas Simbolon. Ia juga menilai bahwa perbedaan data ini bisa mengarah pada perencanaan tindakan korupsi.
LSM Gakorpan meminta Kejaksaan, BPK, dan aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan pelanggaran ini. Menurutnya, jika terbukti, tindakan ini melanggar asas transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Dalam hukum pidana, pembohongan publik dan manipulasi data proyek negara dapat dijerat pasal-pasal dalam UU Tipikor, termasuk Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
“Kita mendorong proses hukum dilakukan secara transparan dan adil. Jangan ada tebang pilih, apalagi proyek ini berada di bawah institusi penegak hukum,” ujar Simbolon mengakhiri keterangannya.