Medan, dahsyatnews.com/ — Polemik pengadaan suku cadang antara CV Surya Sakti Engineering (SSE) dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) semakin memanas. SSE menuding Inalum mengabaikan addendum sah kontrak serta bukti resmi dari pabrikan Jepang terkait suplai barang, hingga menyampaikan tuduhan yang dinilai merugikan nama baik vendor.
“PT Inalum jelas mengabaikan addendum sah dan bukti resmi dari pabrikan Jepang. Padahal, isi Gmail dari Meidensha menegaskan divisi hoist sudah dialihkan ke Kito Corporation. Dengan dasar itu, seharusnya Inalum menerima dan mengakui barang yang sudah mereka terima dari kami, serta segera melakukan pembayaran. Kalau hal ini terus diabaikan, tentu ada konsekuensi hukum yang harus dipertanggungjawabkan,” ujar Direktur SSE, Halomoan H, di Medan, Kamis (25/9/2025).
Halomoan menegaskan, barang yang disuplai pihaknya sesuai spesifikasi kontrak dengan PT Inalum. Ia bahkan menunjukkan lembaran kertas berisi Gmail resmi Meidensha tertanggal 20 November 2023 yang telah diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah. Surat elektronik itu menyebutkan bahwa divisi hoist Meidensha telah dialihkan ke Kito Corporation.
“Jangan PT Inalum menuding yang tidak-tidak, seperti yang dikatakan Pak Bambang Heru Prayoga, General Manager Logistik, yang menyebut barang kami tidak sesuai spesifikasi. Kami sudah menunjukan bukti surat elektronik dari Meidensha melalui email resmi,” tambah Halomoan.
Isi Gmail tersebut secara jelas menyebutkan bahwa Meidensha sudah tidak lagi memproduksi produk hoist dan mengalihkan bisnis tersebut ke Kito Corporation. Bukti print out email dalam bahasa Inggris maupun terjemahan resmi telah disampaikan ke manajemen Inalum. Bahkan, beberapa kali rapat koordinasi dengan departemen logistik juga dilakukan terkait penyesuaian jadwal suplai suku cadang yang mengalami keterlambatan.
Namun, SSE menyayangkan langkah PT Inalum yang tetap melakukan pembatalan kontrak meski barang sudah diterima dan disimpan di gudang perusahaan. Halomoan menilai ada kejanggalan dalam proses tersebut.
“Fakta bahwa barang OEM resmi dari Kito dan Satuma ditolak, sementara barang yang diterima PT Inalum dari vendor lain tidak memiliki label Meidensha, patut dipertanyakan. Pada delivery order dan kartu inspeksi internal Inalum tertulis merek Meidensha, padahal fisik barang tidak menunjukkan label tersebut. Ini bisa masuk kategori pengadaan tidak sah dan berpotensi korupsi,” tegas Halomoan.
Manajemen SSE menyebut telah mengirimkan surat resmi ke jajaran komisaris, direksi, hingga manajemen PT Inalum sejak Februari 2024 untuk meminta penyelesaian status barang, namun hingga kini belum mendapat kejelasan.
SSE juga menilai penolakan barang dengan alasan kontrak berakhir tidak tepat. Berdasarkan klausul kontrak, kewajiban para pihak tetap berlaku hingga pelaksanaan selesai. Bahkan, rapat koordinasi pada Februari dan Maret 2024 disebut sudah menyepakati jadwal pengiriman baru, yang menurut SSE menjadi bentuk perpanjangan waktu secara implisit.
Selain itu, SSE menuding ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dari oknum internal PT Inalum sehingga proses addendum terhambat. Kondisi ini, menurut mereka, berpotensi menimbulkan kerugian negara akibat pemborosan anggaran serta keterlambatan produksi.
Menanggapi persoalan tersebut, Ketua Bidang Analisa Data dan Pelaporan Republik Corruption Watch (RCW) Sumut, Sunaryo, menyatakan pihaknya akan melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum. “Kami juga akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran untuk mendesak penyelesaian persoalan ini,” tegas Sunaryo.











